BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini
masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam merupakan agama yang hanya
memahami tentang ibadah dan ibadah kepada Sang Pencipta. Sesungguhnya
prespektif yang sedemikian merupakan kesalahan besar. Sebenarnya Islam
merupakan Agama Universal yang mampu menuntun umatnya menuju kehidupan yang
lebih baik. Islam telah menjelaskan berbagai hal kepada umatnya mulai dari
bagaimana cara mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan diakhirat yakni
melalui beberapa aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam islam tepatnya di
dalam Al-Quran dan Hadist.
Islam juga
telah banyak menyumbangkan pemikirannya dalam didang Perekonomian seperti
halnya Perbankan, jual Beli, Kredit dll. Sebenarnya semua Pakar Ilmuan Ekonomi
Barat telah bertolok pada pemikiran Islam. Oleh karena itu untuk mengetahui
bagaimana islam itu sesungguhnya terutama dalam lingkup sifat Islam yang Universal dalam kesempatan
ini kami mengkaji hal tersebut untuk membantu mengubah presfektif seseorang
tentang Islam yang sesungguhnya.
Salah
satu bentuk kegiatan ekonomi dan keuangan yang berkembang saat ini adalah
perbankan. Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama
yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Di
dalam sejarah perekonomian kaum muslimin. Fungsi-fungsi bank telah dikenal
sejak jaman Rasulullah SAW, fungsi-fungsi tersebut adalah menerima titipan
harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi (qardh) dan menginvestasikan
uang untuk keperluan bisnis (melalui mudharabah dan musyarakah), serta
melakukan pengiriman uang dan tukar menukar menukar uang (al-sharf).
Fungsi-fungsi
jihbiz yang ditemukan dalam sejarah Islam, mirip dengan fungsi perbankan. Namun
perbankan yang berasal dari Barat, banyak mengandung praktek yang dilarang
syariah, seperti riba, gharar, maysir, mungkin juga haram dan bathil. Semua itu
harus dihilangkan dari sistem perbankan syariah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan permasalahan-permasalah
sebagai berikut :
1.
Menjelaskan tentang Islam
sebagai Agama yang Lengkap dan Universal?
2.
Bagaimana perkembangan
Sistem Perbankan Syariah?
3.
Apa saja Perbedaan
antara Bank Syariah dan Bank Konvensional?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Dapat memahami bahwa Islam sebagai
Agama yang Lengkap dan Universal
2.
Mengetahui Perkembangan Sistem
Perbankan Syariah
3.
Dapat mengetahui Perbedaan antara
Bank Syariah dan Bank Konvensional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Islam sebagai Agama yang Lengkap dan
Universal
a.
Islam
sebagai Agama yang Lengkap dan Universal
Islam sebagai suatu agama telah
ditempatkan sebagai suatu pilihan dan sekaligus ajarannya dijadikan pedoman
dalam kehidupan umat manusia. Sehingga keberadaannya telah memberikan arahan
dalam pengembangan perdaban umat manusia dalam segala bidang terutama dalam
bidang pengetahuan dan teknologi, bukan hanya ajaran ibadah dan aqidah semata.
Islam adalah agama yang bersifat terbuka
dimana Islam selalu memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk berfikir ke
depan dalam rangka mencapai tingkat peradaban dan kemajuan yang lebih baik.
Islam merupakan agama yang memberikan rahmat bagi seisi dunia ini. Oleh karena
itu syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh Rasul terakhir mempunyai
keunikan tersendiri yaitu sebagai agama yang lengkap dan universal. Komprehensif dan lengkap berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek
kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial ekonomi (muamalah).
b.
Islam
sebagai Suatu Sistem Hidup (Way of Life)
Manusia
adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi seisinya merupakan
amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi
kesejahteraan bersama. Untuk mencapai itu Allah menberikan petunjuk melalui
para RasulNya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan
manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen
pertama yakni akidah dan akhlak bersifat konsisten. Keduanya tidak mengalami
perubahan apapun dengan berbesa waktu dan tempat. Adapun Syariah senantiasa
berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, yang berbeda-beda
sesuai dengan masa Rasul masing-masing. Hal ini telah diungkapkan dalam
QS.Al-Maidah:48
......ِلكل
جعلنا منكم شرععة ومنها جا....
“...untuk tiap-tiap umat diantara
kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang..”
Komprehensif dan lengkap berarti syariah
Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial
ekonomi (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan
keharmonisan hubungan manusia dengan KhaligNya. Ibadah juga merupakan sarana
untuk mengingat secara kontinu tugas manusianya sebagai khalifahNya di bumi
ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi aturan main (Rules Of the game) dalam kehidupan sosial.
Universal bermakna Syariah Islam dapat diterapkan di
setiap waktu dan tepat sampai hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas
terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel,
muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non-muslim. Kenyataan ini
tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh sayyidina Ali “ Dalam muamalah, kewajiban mereka adalah
kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.”
Secara ringkasnya Islam merupakan suatu agama yang
mempunyai sistem komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk
masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor
penggerak roda perekonomian.
Berikut Skema Secara Sistematika Yang Menggambarkan Bagaimana
Kekomprehensifan Islam :
ISLAM
|
AKHLAQ
|
SYARIAH
|
AQIDAH
|
MUAMALAH
|
IBADAH
|
c.
Pandangan
Islam terhadap Harta dan Ekonomi
Secara umum tugas kekhalifahan manusia adalah tugas
mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan serta tugas
pengabdian atau ibadah dalam arti luas. Untuk menunaikan tugas tersebut Allah
SWT memberi manusia dua anugerah nikmat utama yaitu manhaj al-hayat (sistem
kehidupan) dan wasilah al-hayat (sarana kehidupan).
Islam mempunyai
pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut :
Pertama : Pemilik
mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini termasuk harta benda.
Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan
amanah pengelolaan dan memanfaatkan sesuatu dengan ketentuan-Nya.
Kedua : status
harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :
1.
Harta sebagai amanah (titipan)
2.
Harta sebagai perhiasan hidup yang
memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan
3.
Harta sebagai ujian keimanan, hal
ini menyangkut soal bagaimana cara mendapatkan dan memanfaatkannya
4.
Harta sebagai bekal ibadah, yakni
melaksanakan perintahnya dan melaksanakan muamalah diantara sesama manusia
melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah.
Ketiga : Pemilikan
harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha atau mata pencaharian yang
halal dan sesuai dengan aturan-Nya.
Keempat : Dilarang
mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan
dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dan segala ketentuannya, melupakan shalat
dan zakat dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja.
Kelima : Dilarang
menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, berjual
beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok.
d.
Nilai-nilai
Sistem Perekonomian Islam
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan
materi / harta dengan berbagai cara. Asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah
ditetapkan. Rambu-rambu tersebut diantaranya carilah yang halal lagi baik,
tidak menggunakan cara batil, tidak berlebih-lebihan/melampaui batas, tidak
dizalimi maupun menzalimi, menjauhkan diri dari unsur riba, maisir (perjudian)
dan gharar (ketidakjelasan dan manipulasi) serta tidak melupakan tanggungjawab
sosial berupa zakat, infak dan sedekah.
Islam mendorong manusia untuk bekerja, hal tersebut
disertai jaminan Allah bahwa ia telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang
diciptakan-Nya. Islam juga melarang umatnya untuk meminta-minta atau mengemis.
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang
memperhatikan faktor dunia dan akhirat secara seimbang. Bukanlah muslim yang
baik, mereka yang meninggalkan urusan dunia demi kepentingan akhirat, juga yang
meninggalkan akhirat untuk urusan dunia.
Penyeimbang aspek dunia dan akhirat tersebut merupakn
karakteristik unik sistem ekonomi islam. Perpaduan unsur materi dan spiritual
ini tidak dijumpai dalam sistem perekonomian lain, baik kapitalis maupun
sosialis. Tidak ada yang meragukan peran sistem kapitalis dalam mengefisienkan
produksi. Peran sistem sosialis dalam upaya pemerataan ekonomi pun sangat
berharga, akan tetapi kedua sistem tersebut telah mengabaikan pemenuhan
kebutuhan spiritual yang sangat dibutuhkan manusia.
2.2. Perkembangan Sistem Perbankan
Syariah
a.
Awal
Kelahiran Sistem Perbankan Syariah
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi
dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern. Tujuan utama dari
pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai
upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya
berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing
tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya
mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional
lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo,
Mesir.
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu,
bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid
Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999
tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh
dunia, baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia
maupun Amerika.
Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat ini
banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine
Flemming, ANZ, Chase-Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka
cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun,
Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar
modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena
itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama bank Islam Denmark yang
kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan.
1.
Mit Ghamr
Bank
Rintisan
perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi
sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di
sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr bank Binaan Prof. Dr.
Ahmad Najjar tersebut hanya mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi
perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam.
2.
Islamic
Development Bank
Pada Sidang
Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi,
Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank
syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional
untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and
Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic
Banks), dikaji para ahli dari delapan belas negara Islam.
Proposal
tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus
digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan
maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana
mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam.
3.
Islamic
Research and Training Institute
IDB juga
membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara. Untuk pengembangan
sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah intitut riset dan
pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam
bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disangkat IRTI
(Islamic Research and Training Institute).
b.
Pembentukan
Bank-bank Syariah
Pada akhir periode 1970-an dan awal
dekade 1980-an bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara teluk,
Pakistan, iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar
lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank
islam komersial, kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding
companies.
Sebagaimana Pembentukan Bank
Konvensional pertama yang beroperasi di Venesia yaitu Banco della Pizza di
Riallto (1587) dianggap sebagai titik awal berkembangnya perbankan modern,
walaupun pada prakteknya telah dilaksanakan sejak 900 tahun sebelumnya, maka pendirian
sebuah local saving Bank yang
beroperasi tanpa bunga di Desa Mit Ghamir di tepi sungai Nil, Mesir, pada tahun
1960-an oleh Dr. Abdul Hamid An Nanggar, telah menjadi tonggak berdirinya
lembaga perbankan Islam Modern pertama, bahkan lembaga keuangan islam modern
pertama di dunia. Meski beberapa tahun kemudian ditutup karena masalah
manajemen, Bank Lokal ini telah mengilhami diadakannya Konferensi Ekonomi Islam
pertama di Mekah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari
konferensi tersebut, dua tahun kemudian lahirlah Islamic Development Bank yang
kemudian diikuti pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai Negara.
Pesatnya pertumbuhan Bank-Bank Islam
telah mengilhami Bank-Bank Konvensional untuk meniru dan menawarkan produk-produk bank Islam. Alasan mereka ikut
menawarkan Produk Bank Islam semata-mata bersifat komersial, yaitu melihat
besarnya pasar umat Islam yang pertumbuhannya
diperkirakan 15 % pertahun. Hal ini tercermin dari tindakan beberapa
Bank Konvensional yang membuka “Islamic
Windows” di dalam bank masing-masing dengan menawarkan produk-produk bank
islam , antara lain di Malaisya, “The
Islamic Transaction” di cabang-cabang Bank Mesir, dan “the Islamic Service” di cabang-cabang Bank Perdagangan Nasional
Arab Saudi.
c.
Perkembangan
Bank-bank Syariah di Berbagai Negara
1.
Pakistan
Pakistan merupakan pelopor di bidang
perbankan syariah. Pada awal juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari
operasional tiga institusi. Pada 1979-1980, pemerintah mensosialisasikan skema
pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan. Pada tahun 1981, seiring dengan
berlakunya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murobahah,
mulailah beroperasi tujuh puluh ribu cabang bank omersial di seluruh Pakistn
dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal 1985, seluruh sistem perbankan
di Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.
2.
Mesir
Bank syariah pertama yang didirikan
di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan maret
1978n dan berhasil membukukan hasil yang mengesankan dengan total aset sekitar
2 miloiar dolar AS pada tahun 1986 dan tingkat keuntungan sekitar 106 juta
dolar AS. Selain bank ini, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Ban
for Investment and Development.
3.
Siprus
Faisal Islamic Bank of Kibris
(siprus) mulai beroperasi pada maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic
Investment Corporation yang memiliki cabang di siprun dan 1 cabang di istambul.
Dalam sepuluh tahun awal operasinya bank ini melakukan pembiayaan murobahah.
Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah,
dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah.
4.
Kuwait
Kuwait Finance House didirikan pada
tahun 1977, dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini
memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukkan perkembangan yang
cepat. Selama dua tahun yakni tahun 1980 hingga 1982dana masyarakat yang
terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD474 juta.
5.
Bahrain
Bahrain merupakn off share
banking heaven terbesar di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpeenduduk
tidak lebih dari 600.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local dan off share banks. tidak kurang dari
22 di antaranya beroperasi di Syariah.
6.
Uni Emirat Arab
Dubai Islamic merupakan salah satu
pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun 1975. Investasinya
meliputi bidang perumahan , proyek-proyek industri, dan aktivitas komersial.
7.
Malaysia
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB)
merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Pada tahun 1999, di samping
BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera Muamalah
yang merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru saja melakukan
merger dengan Bank of Commerce.
8.
Iran
Islamisasi sistem perbankan di iran
ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri perbankan yang dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar. (1) perbankan komersial, (2) lembaga pembiayaan
khusus.
9.
Turki
Turki merupakan negeri yang cukup
awal memiliki perbankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan
izin kepada Daar al-Maal al-Islami (DMi) utnuk mendirikan bank yang beroperasi
berdasarkan prinsip bagi hasil.
d.
Perkembangan
Bank Syariah di Indonesia
Berkembangnya
Bank-bank syariah dinegara islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode
1980-an diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai
dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah
Karnaen A. Perwataadmadja, M.Dawam Raharjo, A.M. Syaifudin, M.Amien
Aziz dll.Beberapa uji coba pada skala yang relative terbatas telah diwujudkan.
Diantaranya adalah baitut Tanwil. Salman,Bandung, yang sempat tumbuh
mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk Koperasi
Ridho Gusti.
Akan tetapi
prakarsa lebih khusus untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia baru dilakukan
pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus
menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor Jawa
barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawaroh Nasional
IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya Jakarta 22-25 Agustus 1990.
Di Indonesia Bank Syariah pertama yang didirikan pada tahun 1992 adalah
Bank Muamalat Indonesia (BMI). Bila pada
periode tahun 1992–1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005,
jumlah Bank Syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank
umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu jumlah Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2005
diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan
berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut
ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan
jaringan kantor yang lebih luas.
Dengan menggunakan KARIM Growth Model, total aset bank syariah di
Indonesia diproyeksikan akan mencapai 1,92% sampai 2,31% dari industri
perbankan nasional
Perkembangan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya
insane yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun,
realitas yan gada menunjukan bahwa masih banyak sumber daya insane yang selama
ini terlibat di institusi sayriah tidak memiliki pengalaman akademis maupun
praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan
mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri.
Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak
sumber daya insan yang mampu mengamalkan ekonomi syariah di semua lini karena
sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan apabila tidak didukung oleh
sumber daya insani yang baik pula.
Perkembangan Perbankan Syariah pada era reformasi ditandai dengan
disetujuinya Undang-undang no 10 tahun 1998. Dalam Undang-undang tersebut
diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioerasikan yang diimplementasikan oleh Bank Syariah. Undang-undang tersebut
juga memberikan arahan bagi Bank-bank Konvensional untuk membuka cabang Syariah
atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi Bank Syariah.
Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat
perbankan.Sejunlah bank mulai memberika pelatihan dalam bidang Perbankan
Syariah bagi para stafnya. Sebagian Bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka
divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan
berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian
diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah”
bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang
berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan)
2.3. Perbedaan antara Bank Syariah dan
Bank Konvensional
Pengertian
bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Bank konvensional dapat didefinisikan
seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10
tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”,
yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa lintas dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Islam
atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan
tidak mengandalkan pada bunga. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Menurut Antonio dan Perwataatmadja yang dikutip oleh Ismail dalam buku
Perbankan Syariah Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah
Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan
Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Batasan-batasan
bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam,
menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan
tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah
adalah sebagai berikut :
- Prinsip
Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat
diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendaki.
- Prinsip
Bagi Hasil (profit Shering)
Sistem ini
adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini
adalah: Al-Mudharabah
- Prinsip
Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini
merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai
agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual
barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
keuntungan (margin).
- Prinsip
Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa
diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah
terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al
muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si
penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
- Prinsip
Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini
meliputi layanan non seluruh -pembiayaan yang diberikan bank.
a.
Akad
Perbedaaan pertama Antara bank syariah dan bank
konvensional terletak pada akad (perjanjian) yang melandasinya. Dalam bank
syariah akad (perjanjian) dibuat berdasarkan hukum islam, namun pada bank
konvensional akad (perjanjian) dibuat hanya berdasarkan hukum positif. Beberapa
ketentuan akad dalam bank syariah seperti;
1.
Adanya rukun: penjual, pembeli,
barang, harga, dan ijab qabul
2.
Adanya syarat, seperti: barang dan
jasa harus halal, harga barang dan jasa harus jelas, tempat penyerahan harus
jelas, serta barang yang ditransaksikan harus dalam kepemilikan penjual
b.
Tidak Ada Bunga, Tapi Bagi Hasil
Seperti telah disebutkan sebelumnya, perbedaan ini
mungkin adalah yang paling dikenal oleh masyarakat. Sebab, perbedaan inilah
yang sering digunakan sebagai bahan promosi. Pada dasarnya letak perbedaan bank
syariah dan bank konvensional berada pada sistem pendapatan usahanya.
Jika pada bank syariah menerapkan sistem bagi hasil,
maka hal yang sebaliknya di terapkan pada bank konvensional, yaitu sistem
bunga. Syariah mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Walau tujuannya
sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya memiliki
perbedaan. Berikut adalah perbedaannya:
Bagi hasil:
1.
Besarnya dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
2.
Besarnya berdasarkan pada jumlah
keuntungan yang diperoleh
3.
Bergantung pada keuntungan proyek
yang dijalankan. Bila merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak
4.
Pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan pendapatan.
Bunga bank:
1.
Penentuan dibuat pada waktu akad
dengan asumsi harus selalu untung
2.
Besarnya presentase berdasarkan pada
jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
3.
Pembayaran bunga tetap tanpa melihat
untung atau rugi.
4.
Pembayaran bunga tidak meningkat
sekalipun jumlah keuntungan berlipat
c.
Lembaga
Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada
perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan
nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri,
tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum syariah. Lembaga yang
mengatur hukum berdasar prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan
Arrbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh
Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
Dalam rekomendasi RAKERNAS MUI tanggal 23-26 Desember
2002, menegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga hakam (arbitrase syariah)
satu-satunya dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian sesuai dengan
hail pertemuan antara dewan pimpinan MUI dengan pengurus BAMUI tanggal 26
Agustus 2003 serta memperhatikan isi surat pengurus BAMUI
No.82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 7 Oktober 2003, maka MUI dengan SKnya No.Kep
09/MUI/XII/2003, tanggal 24 Desember 2003, menetapkan :
1.
Mengubah nama Badan Arbitrase
Muamalat Indoesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
2.
Mengubah bentuk badan dari yayasan
menjadi badan yang berada d bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi.
3.
BASYARNAS bersifat otonom dan
independen.
Tugas dan kewenangan BASYARNAS:
1.
Menyelesaikan perselisihan dan
sengketa keperdataan dengan prinsip yang mengutamakan perdamaian.
2.
Menyelesaiakan sengketa keperdataan
antara bank syariah dengan nasabahnya yang menjadikan syariah sebagai dasarnya.
3.
Memberikan penyelesaian yang adil
dan cepat dalam sengketa muamalat yang timbul dalam bidang perdagangan,
industri, jasa dan lain-lain.
4.
Atas permintaan pihak-pihak dalam
suatu perjanjian, dapat memberikan suatu pendapat mengenai suatu persoalan
berkenaan dengan perjanjian tersebut.
Mengenai kewenangan kompetensi absolut terhadap
penyelesaian permasalahan hukum antara nasabah dan bank syariah, telah diatur
dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 55 ayat 1
“Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama”. Hal tersebut telah diperkuat dengan UU No.3 tahun
2006 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal
49.
d.
Struktur
Organisasi
Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur
organisasi bank konvensional dan bank syariah adalah kewajiban memposisikan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada perbankan syariah. Demikian juga halnya di
Indonesia, sedangkan di bank konvensional tidak ada aturan yang demikian. Dewan
pengawas syariah merupakan satu dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai
bidang fiqh mu’amalah yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan mengawasi
operasional bank dan semua produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan
syariat Islam. Dewan pengawas syariah (The Shari’a Supervisory Board)
mesti melihat secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan / akad (agrements,
appointment and engagement) yang dilaksanakan oleh institusi keuangan
syariah. Dewan ini ditempatkan sejajar dengan dewan komisaris pada setiap bank.
Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan
Pengawas Syariah. Dewan ini sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang, dan
dibolehkan menunjuk beberapa orang pakar ekonomi untuk membantu tugasnya, namun
anggotanya tidak boleh merangkap sebagai director atau komisaris utama (President
Commissioner atau significant penggantian anggota dewan syariah
mesti mendapat rekomendasi directors dan dikehendaki shareholders) dari institusi
keuangan syariah tersebut.2 Pembubaran atau mendapat gesapenhan dari pemegang
saham (shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau general
meeting.
Di Indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam perbankan / institusi keuangan syariah yaitu:
Di Indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam perbankan / institusi keuangan syariah yaitu:
1.
Membuat persetujuan garis panduan
operasional produk perbankan syariah tersebut sesuai dengan ketentuan yang
telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
2.
Membuat pernyataan secara berkala
pada setiap tahun tentang bank syariah yang berada dalam pengawasannya bahwa
bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam
laporan tahunan (annual report) institusi syariah, maka laporan dari
Dewan Pengawas Syariah mesti dibuat dengan jelas.
3.
Dewan Pengawas Syariah wajib membuat
laporan tentang perkembangan dan aplikasi sistem keuangan syariah (Islam) di
institusi keuangan syariah khususnya bank syariah yang berada dalam
pengawasannya, sekurang-kurangnnya enam bulan sekali.4 Laporan tersebut diberikan
kepada Bank Indonesia yang berada di Ibu kota provinsi dan atau Bank Indonesia
di Ibu kota negara Indonesia-Jakarta.
4.
Dewan Pengawas Syariah juga
berkewajiban meneliti dan membuat rekomendasi jika ada inovasi produk-produk
baru dari bank yang diawasinya. Dewan inilah yang melakukan pengkajian awal
sebelum produk yang baru dari bank syariah tersebut diusulkan, diteliti kembali
dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)
5.
Membantu sosialisasi perbankan /
institusi keuangan syariah kepada masyarakat.
6.
Memberikan masukan (in-put)
bagi pengembangan dan kemajuan institusi
keuangan syari’ah.
keuangan syari’ah.
Dengan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap Bank
Umum Syariah yang berpusat di ibu kota negara Indonesia-Jakarta, maka tidak
menolak kemungkinan timbulnya berbagai perbedaan pendapat (ijtihad)
tentang beberapa produk perbankan syariah antara satu bank syariah dengan bank
syariah yang lain. Hal in akan membingungkan para nasabah (customers)
dan menyukarkan untuk menyatukan persepsi umat Islam terhadap perbankan syariah
di Indonesia. Oleh sebab itu didirikanlah Dewan Syariah Nasional (DSN) yang
mengetuai semua institusi keuangan syariah di Indonesia.
Fungsi Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah :
1.
Mengawasi semua produk-produk semua
institusi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Tugas dewan ini lebih luas
daripada Dewan Pengawas Syariah yang ada di setiap bank syariah atau institusi
keuangan syariah di Indonesia. Dewan Syariah Nasional tidak hanya mengawasi
perbankan syariah tetapi juga institusi-institusi keuangan syariah lainnya
seperti asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain
sebagainya.
2.
Untuk kesatuan dalam pelaksanan
sistem syariah di setiap institusi keuangan syariah di Indonesia, Dewan Syariah
Nasional membuat garis panduan yang dipatuhi oleh semua Dewan Pengawas Syariah
yang ada pada setiap institusi keuangan Syariah tersebut.
3.
Dewan Syariah Nasional juga bertugas
meneliti ulang dan memberikan fatwa atas segala bentuk produk yang diusulkan
dan dikembangkan oleh institusi keuangan syariah.
4.
Dewan Syariah Nasional juga
mengesahkan usulan nama-nama orang yang akan disahkan menjadi Dewan Pengawas
Syariah yang berada di setiap institusi keuangan syariah. Selain itu, Dewan
Syariah Nasional juga memberi cadangan para ulama/intelektual Muslim yang akan
ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di institusi keuangan syariah.
e.
Bisnis dan
Usaha yang di Biayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dibiayai
tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalammnya hal-hal yang diharamkan.
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum
dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut :
1.
Usaha yang dibiayai merupakan proyek
halal
2.
Usaha yang bermanfaat
bagi masyarakat
3.
Usaha yang menguntungkan bagi bank
dan mitra usahanya.
Sebaliknya bank konvensional, tidak mempertimbangkan
jenis investasinya, akan tetapi penyaluran dananya dilakukan untuk perusahaan
yang menguntungkan, meskipun menurut syariah Islam tergolong produk yang tidak
halal.
f.
Perbandingan
Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Secara singkat perbedaan-perbedaan
antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat pada tabel di berikut :
No.
|
Bunga
|
Bagi
Hasil
|
1.
|
Penentuan bunga
dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung/rugi.
|
Penentuan bagi
hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi.
|
2.
|
Jumlah persen
bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada.
|
Jumlah nisbah
bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai.
|
3.
|
Pembayaran
bunga tetap seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang
dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi.
|
Bagi hasil
tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau
mengalami kerugian, maka resikonya ditanggung kedua belah pihak.
|
4.
|
Jumlah
pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda.
|
Jumlah
pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan
yang didapat.
|
5.
|
Pengambilan/pembayaran
bunga adalah haram.
|
Penerimaan/pembagian
keuntungan adalah halal
|
Perbedaan
pokok antara sistem bank Konvensional dengan sistem bank Islam secara ringkas
dapat dilihat dari 4 (empat) aspek seperti terlihat pada tabel berikut ini :
No
|
Perbedaan
Aspek
|
Bank
Islam
|
Bank
Konvensional
|
1
|
Falsafah
|
Tidak
berdasarkan atas bunga, spekulasi dan ketidakjelasan
|
Berdasarkan
atas bunga
|
2
|
Operasional
|
- Dana masyarakat berupa titipan dan investasi
yang baru akan mendapatkan hasil juka diusahakan terlebih dahulu
- Penyaluran pada sektor usaha yang halal dan
menguntungkan
|
- Dana masyarakat berupa simpanan yang harus
dibayar bunganya pada saat jatuh tempo
- Penyaluran pada sektor yang menguntungkan,
aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama
|
3
|
Sosial
|
Dinyatakan
secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam Visi & Misi perusahaan
|
Tidak tersirat
secara tegas
|
4
|
Organisasi
|
Harus memiliki
Dewan Pengawas Syariah (DPS).
|
Tidak memiliki
Dewan Pengawas Syariah.
|
Tabel di atas hanyalah sebagian kecil
konsep produk pembiayaan syariah yang berprinsip pada system bagi hasil, masih
banyak lagi produk pembiayaan yang berbasis jual beli (bai’), sewa (ijarah),
gadai (rahn) dll. Dan dari table tersebut hendaknya kita dapat membaca dan
memahami perbedaan yang sangat mendasar antara bunga dan bagi hasil atau
perbedaan prinsip antara bank syariah dan bank konvensional. Namun tentu tidak
menutup kemungkinan bahwa masih banyak yang meragukan apakah prinsip syariah
tersebut benar-benar dapat dijalankan secara utuh, bukan karena kepentingan
untuk menjaring pasar semata tanpa memperhatikan kemaslahatan usaha yang
dijalankan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam
merupakan suatu agama yang mempunyai sistem komprehensif dan mencakup seluruh
aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan
sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.
Bank Islam
atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Perbankan syariah adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
prinsip-prinsip
bank syariah adalah Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah), Prinsip
Bagi Hasil (profit Shering), Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah), Prinsip
Sewa (Al-Ijarah), Prinsip Jasa (Fee-Based Service).
Dalam
perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan bahwa
Usaha yang dibiayai merupakan proyek halal, Usaha yang bermanfaat
bagi masyarakat dan Usaha yang menguntungkan bagi bank dan mitra usahanya.
B. Saran
Demikian
makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun
penyampaiannya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami juga mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Antonio Mohammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori
ke Praktek. Jakarta: Gema Insani
https://www.cekaja.com/info/jangan-ragu-ini-beda-bank-syariah-dan-konvensional/
http://dpumkinz.blogspot.com/
http://spocjournal.com/hukum/424-perbedaan-bank-umum-dan-bank-syari%E2%80%99ah.html
No comments:
Post a Comment