Friday, October 7, 2016

Perkembangan Sistem Perbankan Syariah

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam merupakan agama yang hanya memahami tentang ibadah dan ibadah kepada Sang Pencipta. Sesungguhnya prespektif yang sedemikian merupakan kesalahan besar. Sebenarnya Islam merupakan Agama Universal yang mampu menuntun umatnya menuju kehidupan yang lebih baik. Islam telah menjelaskan berbagai hal kepada umatnya mulai dari bagaimana cara mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan diakhirat yakni melalui beberapa aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam islam tepatnya di dalam Al-Quran dan Hadist.
Islam juga telah banyak menyumbangkan pemikirannya dalam didang Perekonomian seperti halnya Perbankan, jual Beli, Kredit dll. Sebenarnya semua Pakar Ilmuan Ekonomi Barat telah bertolok pada pemikiran Islam. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana islam itu sesungguhnya terutama dalam lingkup  sifat Islam yang Universal dalam kesempatan ini  kami mengkaji hal tersebut  untuk membantu mengubah presfektif seseorang tentang Islam yang sesungguhnya.
Salah satu bentuk kegiatan ekonomi dan keuangan yang berkembang saat ini adalah perbankan. Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin. Fungsi-fungsi bank telah dikenal sejak jaman Rasulullah SAW, fungsi-fungsi tersebut adalah menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi (qardh) dan menginvestasikan uang untuk keperluan bisnis (melalui mudharabah dan musyarakah), serta melakukan pengiriman uang dan tukar menukar menukar uang (al-sharf).
Fungsi-fungsi jihbiz yang ditemukan dalam sejarah Islam, mirip dengan fungsi perbankan. Namun perbankan yang berasal dari Barat, banyak mengandung praktek yang dilarang syariah, seperti riba, gharar, maysir, mungkin juga haram dan bathil. Semua itu harus dihilangkan dari sistem perbankan syariah.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan permasalahan-permasalah sebagai berikut :
1.         Menjelaskan tentang Islam sebagai Agama yang Lengkap dan Universal?
2.         Bagaimana perkembangan Sistem Perbankan Syariah?
3.         Apa saja Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional?


C.      Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.         Dapat memahami bahwa Islam sebagai Agama yang Lengkap dan Universal
2.         Mengetahui Perkembangan Sistem Perbankan Syariah
3.         Dapat mengetahui Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional




BAB II
PEMBAHASAN

2.1.  Islam sebagai Agama yang Lengkap dan Universal
a.         Islam sebagai Agama yang Lengkap dan Universal
Islam sebagai suatu agama telah ditempatkan sebagai suatu pilihan dan sekaligus ajarannya dijadikan pedoman dalam kehidupan umat manusia. Sehingga keberadaannya telah memberikan arahan dalam pengembangan perdaban umat manusia dalam segala bidang terutama dalam bidang pengetahuan dan teknologi, bukan hanya ajaran ibadah dan aqidah semata.
Islam adalah agama yang bersifat terbuka dimana Islam selalu memberikan keleluasaan kepada umatnya untuk berfikir ke depan dalam rangka mencapai tingkat peradaban dan kemajuan yang lebih baik. Islam merupakan agama yang memberikan rahmat bagi seisi dunia ini. Oleh karena itu syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh Rasul terakhir mempunyai keunikan tersendiri yaitu sebagai agama yang lengkap dan universal. Komprehensif dan lengkap berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial ekonomi (muamalah).

b.        Islam sebagai Suatu Sistem Hidup (Way of Life)
Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi seisinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai itu Allah menberikan petunjuk melalui para RasulNya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.
Dua komponen pertama yakni akidah dan akhlak bersifat konsisten. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbesa waktu dan tempat. Adapun Syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, yang berbeda-beda sesuai dengan masa Rasul masing-masing. Hal ini telah diungkapkan dalam QS.Al-Maidah:48

......ِلكل جعلنا منكم شرععة ومنها جا....
“...untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang..”

Komprehensif dan lengkap berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial ekonomi (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan KhaligNya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingat secara kontinu tugas manusianya sebagai khalifahNya di bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi aturan main (Rules Of the game) dalam kehidupan sosial.
Universal bermakna Syariah Islam dapat diterapkan di setiap waktu dan tepat sampai hari akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non-muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh sayyidina Ali “ Dalam muamalah, kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita.”
Secara ringkasnya Islam merupakan suatu agama yang mempunyai sistem komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.

Berikut Skema Secara Sistematika Yang Menggambarkan Bagaimana Kekomprehensifan Islam :
ISLAM
AKHLAQ
SYARIAH
AQIDAH
MUAMALAH
IBADAH
 







c.         Pandangan Islam terhadap Harta dan Ekonomi
Secara umum tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan serta tugas pengabdian atau ibadah dalam arti luas. Untuk menunaikan tugas tersebut Allah SWT memberi manusia dua anugerah nikmat utama yaitu manhaj al-hayat (sistem kehidupan) dan wasilah al-hayat (sarana kehidupan).
 Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Pertama : Pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini termasuk harta benda. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas untuk melaksanakan amanah pengelolaan dan memanfaatkan sesuatu dengan ketentuan-Nya.
Kedua : status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :
1.      Harta sebagai amanah (titipan)
2.      Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik dan tidak berlebih-lebihan
3.      Harta sebagai ujian keimanan, hal ini menyangkut soal bagaimana cara mendapatkan dan memanfaatkannya
4.      Harta sebagai bekal ibadah, yakni melaksanakan perintahnya dan melaksanakan muamalah diantara sesama manusia melalui kegiatan zakat, infak dan sedekah.
Ketiga : Pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha atau mata pencaharian yang halal dan sesuai dengan aturan-Nya.
Keempat : Dilarang mencari harta, berusaha atau bekerja yang dapat melupakan kematian, melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dan segala ketentuannya, melupakan shalat dan zakat dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja.
Kelima : Dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba, perjudian, berjual beli barang yang dilarang atau haram, mencuri, merampok.

d.        Nilai-nilai Sistem Perekonomian Islam
Islam mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi / harta dengan berbagai cara. Asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Rambu-rambu tersebut diantaranya carilah yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara batil, tidak berlebih-lebihan/melampaui batas, tidak dizalimi maupun menzalimi, menjauhkan diri dari unsur riba, maisir (perjudian) dan gharar (ketidakjelasan dan manipulasi) serta tidak melupakan tanggungjawab sosial berupa zakat, infak dan sedekah.
Islam mendorong manusia untuk bekerja, hal tersebut disertai jaminan Allah bahwa ia telah menetapkan rezeki setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Islam juga melarang umatnya untuk meminta-minta atau mengemis.
Seorang muslim yang baik adalah mereka yang memperhatikan faktor dunia dan akhirat secara seimbang. Bukanlah muslim yang baik, mereka yang meninggalkan urusan dunia demi kepentingan akhirat, juga yang meninggalkan akhirat untuk urusan dunia.
Penyeimbang aspek dunia dan akhirat tersebut merupakn karakteristik unik sistem ekonomi islam. Perpaduan unsur materi dan spiritual ini tidak dijumpai dalam sistem perekonomian lain, baik kapitalis maupun sosialis. Tidak ada yang meragukan peran sistem kapitalis dalam mengefisienkan produksi. Peran sistem sosialis dalam upaya pemerataan ekonomi pun sangat berharga, akan tetapi kedua sistem tersebut telah mengabaikan pemenuhan kebutuhan spiritual yang sangat dibutuhkan manusia.



2.2.  Perkembangan Sistem Perbankan Syariah
a.         Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Upaya awal penerapan sistem profit and loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.
Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia maupun Amerika.
Suatu hal yang patut juga dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan internasional seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase-Chemical Bank, Goldman Sach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiories yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones untuk menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharf, mantan direktur utama bank Islam Denmark yang kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah partner baru pembangunan.
1.        Mit Ghamr Bank
Rintisan perbankan syariah mulai mewujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroperasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr bank Binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem finansial dan ekonomi Islam.
2.        Islamic Development Bank
Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks), dikaji para ahli dari delapan belas negara Islam.
Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam.
3.        Islamic Research and Training Institute
IDB juga membantu mendirikan bank-bank syariah di berbagai negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah intitut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disangkat IRTI (Islamic Research and Training Institute).

b.        Pembentukan Bank-bank Syariah
Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara teluk, Pakistan, iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. Secara garis besar lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukkan ke dalam dua kategori. Pertama, bank islam komersial, kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies.
Sebagaimana Pembentukan Bank Konvensional pertama yang beroperasi di Venesia yaitu Banco della Pizza di Riallto (1587) dianggap sebagai titik awal berkembangnya perbankan modern, walaupun pada prakteknya telah dilaksanakan sejak 900 tahun sebelumnya, maka pendirian sebuah local saving Bank yang beroperasi tanpa bunga di Desa Mit Ghamir di tepi sungai Nil, Mesir, pada tahun 1960-an oleh Dr. Abdul Hamid An Nanggar, telah menjadi tonggak berdirinya lembaga perbankan Islam Modern pertama, bahkan lembaga keuangan islam modern pertama di dunia. Meski beberapa tahun kemudian ditutup karena masalah manajemen, Bank Lokal ini telah mengilhami diadakannya Konferensi Ekonomi Islam pertama di Mekah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian lahirlah Islamic Development Bank yang kemudian diikuti pembentukan lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai Negara.
Pesatnya pertumbuhan Bank-Bank Islam telah mengilhami Bank-Bank Konvensional untuk meniru dan menawarkan  produk-produk bank Islam. Alasan mereka ikut menawarkan Produk Bank Islam semata-mata bersifat komersial, yaitu melihat besarnya pasar umat Islam yang pertumbuhannya  diperkirakan 15 % pertahun. Hal ini tercermin dari tindakan beberapa Bank Konvensional yang membuka “Islamic Windows” di dalam bank masing-masing dengan menawarkan produk-produk bank islam , antara lain di Malaisya, “The Islamic Transaction” di cabang-cabang Bank Mesir, dan “the Islamic Service” di cabang-cabang Bank Perdagangan Nasional Arab Saudi.
c.         Perkembangan Bank-bank Syariah di Berbagai Negara
1.        Pakistan
Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi. Pada 1979-1980, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan. Pada tahun 1981, seiring dengan berlakunya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murobahah, mulailah beroperasi tujuh puluh ribu cabang bank omersial di seluruh Pakistn dengan menggunakan sistem bagi hasil. Pada awal 1985, seluruh sistem perbankan di Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah.
2.        Mesir
Bank syariah pertama yang didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan maret 1978n dan berhasil membukukan hasil yang mengesankan dengan total aset sekitar 2 miloiar dolar AS pada tahun 1986 dan tingkat keuntungan sekitar 106 juta dolar AS. Selain bank ini, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Ban for Investment and Development.
3.        Siprus
Faisal Islamic Bank of Kibris (siprus) mulai beroperasi pada maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki cabang di siprun dan 1 cabang di istambul. Dalam sepuluh tahun awal operasinya bank ini melakukan pembiayaan murobahah. Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah.
4.        Kuwait
Kuwait Finance House didirikan pada tahun 1977, dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukkan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun yakni tahun 1980 hingga 1982dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD474 juta.
5.        Bahrain
Bahrain merupakn off share banking heaven terbesar di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpeenduduk tidak lebih dari 600.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local  dan off share banks. tidak kurang dari 22 di antaranya beroperasi di Syariah. 
6.        Uni Emirat Arab
Dubai Islamic merupakan salah satu pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan , proyek-proyek industri, dan aktivitas komersial.
7.        Malaysia
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia Tenggara. Pada tahun 1999, di samping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Bumi Putera Muamalah yang merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru saja melakukan merger dengan Bank of Commerce.
8.        Iran
Islamisasi sistem perbankan di iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri perbankan yang dikelompokkan menjadi dua kelompok besar. (1) perbankan komersial, (2) lembaga pembiayaan khusus.
9.        Turki
Turki merupakan negeri yang cukup awal memiliki perbankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-Maal al-Islami (DMi) utnuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil.

d.        Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Berkembangnya Bank-bank syariah dinegara islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataadmadja, M.Dawam Raharjo, A.M. Syaifudin, M.Amien Aziz dll.Beberapa uji coba pada skala yang relative terbatas telah diwujudkan. Diantaranya adalah baitut Tanwil. Salman,Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk Koperasi Ridho Gusti.
Akan tetapi prakarsa lebih khusus untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor Jawa barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada musyawaroh Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jaya Jakarta 22-25 Agustus 1990.
Di Indonesia Bank Syariah pertama yang didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI).  Bila pada periode tahun 1992–1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah Bank Syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.
Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Pertumbuhan  volume usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh rencana pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas.
Dengan menggunakan KARIM Growth Model, total aset bank syariah di Indonesia diproyeksikan akan mencapai 1,92% sampai 2,31% dari industri perbankan nasional
Perkembangan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya insane yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yan gada menunjukan bahwa masih banyak sumber daya insane yang selama ini terlibat di institusi sayriah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktivitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni mencetak sumber daya insan yang mampu mengamalkan ekonomi syariah di semua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan apabila tidak didukung oleh sumber daya insani yang baik pula.
Perkembangan Perbankan Syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-undang no 10 tahun 1998. Dalam Undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioerasikan yang diimplementasikan oleh Bank Syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi Bank-bank Konvensional untuk membuka cabang Syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi Bank Syariah.
Peluang tersebut ternyata disambut antusias oleh masyarakat perbankan.Sejunlah bank mulai memberika pelatihan dalam bidang Perbankan Syariah bagi para stafnya. Sebagian Bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan)

2.3.  Perbedaan antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa lintas dalam lalu lintas pembayaran.
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Menurut Antonio dan Perwataatmadja yang dikutip oleh Ismail dalam buku Perbankan Syariah Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
  1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.
  1. Prinsip Bagi Hasil (profit Shering)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah: Al-Mudharabah
  1. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
  1. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
  1. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi layanan non seluruh -pembiayaan yang diberikan bank.


a.         Akad
Perbedaaan pertama Antara bank syariah dan bank konvensional terletak pada akad (perjanjian) yang melandasinya. Dalam bank syariah akad (perjanjian) dibuat berdasarkan hukum islam, namun pada bank konvensional akad (perjanjian) dibuat hanya berdasarkan hukum positif. Beberapa ketentuan akad dalam bank syariah seperti;
1.        Adanya rukun: penjual, pembeli, barang, harga, dan ijab qabul
2.        Adanya syarat, seperti: barang dan jasa harus halal, harga barang dan jasa harus jelas, tempat penyerahan harus jelas, serta barang yang ditransaksikan harus dalam kepemilikan penjual

 

b.        Tidak Ada Bunga, Tapi Bagi Hasil
Seperti telah disebutkan sebelumnya, perbedaan ini mungkin adalah yang paling dikenal oleh masyarakat. Sebab, perbedaan inilah yang sering digunakan sebagai bahan promosi. Pada dasarnya letak perbedaan bank syariah dan bank konvensional berada pada sistem pendapatan usahanya.
Jika pada bank syariah menerapkan sistem bagi hasil, maka hal yang sebaliknya di terapkan pada bank konvensional, yaitu sistem bunga. Syariah mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Walau tujuannya sama memberikan keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya memiliki perbedaan. Berikut adalah perbedaannya:
Bagi hasil:
1.        Besarnya dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
2.        Besarnya berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3.        Bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
4.        Pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan pendapatan.

Bunga bank:
1.        Penentuan dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
2.        Besarnya presentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
3.        Pembayaran bunga tetap tanpa melihat untung atau rugi.
4.        Pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat

 

c.         Lembaga Penyelesaian Sengketa
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum syariah. Lembaga yang mengatur hukum berdasar prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arrbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
Dalam rekomendasi RAKERNAS MUI tanggal 23-26 Desember 2002, menegaskan bahwa BAMUI adalah lembaga hakam (arbitrase syariah) satu-satunya dan merupakan perangkat organisasi MUI. Kemudian sesuai dengan hail pertemuan antara dewan pimpinan MUI dengan pengurus BAMUI tanggal 26 Agustus 2003 serta memperhatikan isi surat pengurus BAMUI No.82/BAMUI/07/X/2003, tanggal 7 Oktober 2003, maka MUI dengan SKnya No.Kep 09/MUI/XII/2003, tanggal 24 Desember 2003, menetapkan :
1.        Mengubah nama Badan Arbitrase Muamalat Indoesia (BAMUI) menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
2.        Mengubah bentuk badan dari yayasan menjadi badan yang berada d bawah MUI dan merupakan perangkat organisasi.
3.        BASYARNAS bersifat otonom dan independen.

Tugas dan kewenangan BASYARNAS:
1.        Menyelesaikan perselisihan dan sengketa keperdataan dengan prinsip yang mengutamakan perdamaian.
2.        Menyelesaiakan sengketa keperdataan antara bank syariah dengan nasabahnya yang menjadikan syariah sebagai dasarnya.
3.        Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa muamalat yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, jasa dan lain-lain.
4.        Atas permintaan pihak-pihak dalam suatu perjanjian, dapat memberikan suatu pendapat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.

Mengenai kewenangan kompetensi absolut terhadap penyelesaian permasalahan hukum antara nasabah dan bank syariah, telah diatur dalam Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pasal 55 ayat 1 “Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”. Hal tersebut telah diperkuat dengan UU No.3 tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pasal 49.

d.        Struktur Organisasi
Salah satu perbedaan yang mendasar dalam struktur organisasi bank konvensional dan bank syariah adalah kewajiban memposisikan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada perbankan syariah. Demikian juga halnya di Indonesia, sedangkan di bank konvensional tidak ada aturan yang demikian. Dewan pengawas syariah merupakan satu dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai bidang fiqh mu’amalah yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan mengawasi operasional bank dan semua produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam. Dewan pengawas syariah (The Shari’a Supervisory Board) mesti melihat secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan / akad (agrements, appointment and engagement) yang dilaksanakan oleh institusi keuangan syariah. Dewan ini ditempatkan sejajar dengan dewan komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang, dan dibolehkan menunjuk beberapa orang pakar ekonomi untuk membantu tugasnya, namun anggotanya tidak boleh merangkap sebagai director atau komisaris utama (President Commissioner atau significant penggantian anggota dewan syariah mesti mendapat rekomendasi directors dan dikehendaki shareholders) dari institusi keuangan syariah tersebut.2 Pembubaran atau mendapat gesapenhan dari pemegang saham (shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atau general meeting.
Di Indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam perbankan / institusi keuangan syariah yaitu:
1.        Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan syariah tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
2.        Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun tentang bank syariah yang berada dalam pengawasannya bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam laporan tahunan (annual report) institusi syariah, maka laporan dari Dewan Pengawas Syariah mesti dibuat dengan jelas.
3.        Dewan Pengawas Syariah wajib membuat laporan tentang perkembangan dan aplikasi sistem keuangan syariah (Islam) di institusi keuangan syariah khususnya bank syariah yang berada dalam pengawasannya, sekurang-kurangnnya enam bulan sekali.4 Laporan tersebut diberikan kepada Bank Indonesia yang berada di Ibu kota provinsi dan atau Bank Indonesia di Ibu kota negara Indonesia-Jakarta.
4.        Dewan Pengawas Syariah juga berkewajiban meneliti dan membuat rekomendasi jika ada inovasi produk-produk baru dari bank yang diawasinya. Dewan inilah yang melakukan pengkajian awal sebelum produk yang baru dari bank syariah tersebut diusulkan, diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN)
5.        Membantu sosialisasi perbankan / institusi keuangan syariah kepada masyarakat.
6.        Memberikan masukan (in-put) bagi pengembangan dan kemajuan institusi   
keuangan syari’ah.
  
Dengan adanya Dewan Pengawas Syariah pada setiap Bank Umum Syariah yang berpusat di ibu kota negara Indonesia-Jakarta, maka tidak menolak kemungkinan timbulnya berbagai perbedaan pendapat (ijtihad) tentang beberapa produk perbankan syariah antara satu bank syariah dengan bank syariah yang lain. Hal in akan membingungkan para nasabah (customers) dan menyukarkan untuk menyatukan persepsi umat Islam terhadap perbankan syariah di Indonesia. Oleh sebab itu didirikanlah Dewan Syariah Nasional (DSN) yang mengetuai semua institusi keuangan syariah di Indonesia.

Fungsi Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah :
1.        Mengawasi semua produk-produk semua institusi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Tugas dewan ini lebih luas daripada Dewan Pengawas Syariah yang ada di setiap bank syariah atau institusi keuangan syariah di Indonesia. Dewan Syariah Nasional tidak hanya mengawasi perbankan syariah tetapi juga institusi-institusi keuangan syariah lainnya seperti asuransi syariah, reksadana syariah, modal ventura, dan lain-lain sebagainya.
2.        Untuk kesatuan dalam pelaksanan sistem syariah di setiap institusi keuangan syariah di Indonesia, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan yang dipatuhi oleh semua Dewan Pengawas Syariah yang ada pada setiap institusi keuangan Syariah tersebut.
3.        Dewan Syariah Nasional juga bertugas meneliti ulang dan memberikan fatwa atas segala bentuk produk yang diusulkan dan dikembangkan oleh institusi keuangan syariah.
4.        Dewan Syariah Nasional juga mengesahkan usulan nama-nama orang yang akan disahkan menjadi Dewan Pengawas Syariah yang berada di setiap institusi keuangan syariah. Selain itu, Dewan Syariah Nasional juga memberi cadangan para ulama/intelektual Muslim yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) di institusi keuangan syariah.

e.         Bisnis dan Usaha yang di Biayai
Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dibiayai tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalammnya hal-hal yang diharamkan. Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut :
1.        Usaha yang dibiayai merupakan proyek halal
2.        Usaha   yang bermanfaat bagi masyarakat
3.        Usaha yang menguntungkan bagi bank dan mitra usahanya.

Sebaliknya bank konvensional, tidak mempertimbangkan jenis investasinya, akan tetapi penyaluran dananya dilakukan untuk perusahaan yang menguntungkan, meskipun menurut syariah Islam tergolong produk yang tidak halal.

f.          Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Secara singkat perbedaan-perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat pada tabel di berikut :

No.
Bunga
Bagi Hasil
1.
Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung/rugi.
Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi.
2.
Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada.
Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai.
3.
Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi.
Bagi hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau mengalami kerugian, maka resikonya ditanggung kedua belah pihak.
4.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda.
Jumlah pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang didapat.
5.
Pengambilan/pembayaran bunga adalah haram.
Penerimaan/pembagian keuntungan adalah halal

Perbedaan pokok antara sistem bank Konvensional dengan sistem bank Islam secara ringkas dapat dilihat dari 4 (empat) aspek seperti terlihat pada tabel berikut ini :
No
Perbedaan Aspek
Bank Islam
Bank Konvensional
1
Falsafah
Tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi dan ketidakjelasan
Berdasarkan atas bunga
2
Operasional
-  Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil juka diusahakan terlebih dahulu
-  Penyaluran pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan
-  Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo
-  Penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama
3
Sosial
Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam Visi & Misi perusahaan
Tidak tersirat secara tegas
4
Organisasi
Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah.

Tabel di atas hanyalah sebagian kecil konsep produk pembiayaan syariah yang berprinsip pada system bagi hasil, masih banyak lagi produk pembiayaan yang berbasis jual beli (bai’), sewa (ijarah), gadai (rahn) dll. Dan dari table tersebut hendaknya kita dapat membaca dan memahami perbedaan yang sangat mendasar antara bunga dan bagi hasil atau perbedaan prinsip antara bank syariah dan bank konvensional. Namun tentu tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak yang meragukan apakah prinsip syariah tersebut benar-benar dapat dijalankan secara utuh, bukan karena kepentingan untuk menjaring pasar semata tanpa memperhatikan kemaslahatan usaha yang dijalankan.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Islam merupakan suatu agama yang mempunyai sistem komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
prinsip-prinsip bank syariah adalah Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah), Prinsip Bagi Hasil (profit Shering), Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah), Prinsip Sewa (Al-Ijarah), Prinsip Jasa (Fee-Based Service).
Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan bahwa Usaha yang dibiayai merupakan proyek halal, Usaha   yang bermanfaat bagi masyarakat dan Usaha yang menguntungkan bagi bank dan mitra usahanya.

B.       Saran
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun penyampaiannya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah selanjutnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin.



DAFTAR PUSTAKA

Antonio Mohammad Syafii. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani
https://www.cekaja.com/info/jangan-ragu-ini-beda-bank-syariah-dan-konvensional/
http://dpumkinz.blogspot.com/

http://spocjournal.com/hukum/424-perbedaan-bank-umum-dan-bank-syari%E2%80%99ah.html

No comments:

Post a Comment